Kamis, 02 Juni 2011

Tugas Badan Anggaran (Banggar) DPRD

oleh syukriy
Menurut pasal 55 PP Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, tugas Badan Anggaran (Banggar) DPRD adalah:
  1. memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD kepada kepala daerah dalam mempersiapkan rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah paling lambat 5 (lima) bulan sebelum ditetapkannya APBD;
  2. melakukan konsultasi yang dapat diwakili oleh anggotanya kepada komisi terkait untuk memperoleh masukan dalam rangka pembahasan rancangan KUA serta PPAS;
  3. memberikan saran dan pendapat kepada kepala daerah dalam mempersiapkan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD;
  4. melakukan penyempurnaan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD berdasarkan hasil evaluasi Menteri Dalam Negeri bagi DPRD provinsi dan gubernur bagi DPRD kabupaten/kota bersama tim anggaran pemerintah daerah;
  5. melakukan pembahasan bersama TAPD terhadap rancangan KUA serta  rancangan PPAS yang disampaikan oleh kepala daerah; dan
  6. memberikan saran kepada pimpinan DPRD dalam penyusunan anggaran belanja DPRD.
Dari keenam tugas tersebut, dapat diambil beberapa pemahaman, yakni:
  • Muncul lagi istilah “pokok-pokok pikiran DPRD”. Dalam Permendagri No.13/2006 tidak dikenal istilah ini dalam pembahasan KUA, PPAS, dan RAPBD. Penyampaian pokok-pokok pikiran DPRD 5 bulan sebelum penetapan APBD, yang paling lambat 31 Desember, berarti haruslah pada akhir Juli. Pada waktu tersebut, DPRD juga sedang melaksanakan pembahasan atas laporan pertanggungjawaban APBD yang disampaikan oleh kepala daerah dan KUA/PPAS perubahan APBD tahun berjalan.
  • Ketika substansi “pokok-pokok pikiran DPRD” berbeda dengan isi KUA dan PPAS, yang nota bene bersumber dari Peraturan Kepala Daerah (Perkada) tentang RKPD, maka ada peluang bagi anggota dewan untuk memasukkan usulan program/kegiatan yang tidak bersumber dari Musrenbang. Musrenbang pada prinsipnya merupakan mekanisme untuk “mengkonfirmasi” rencana program/kegiatan yang akan dilaksanakan oleh SKPD (sesuai dengan Tupoksinya) dengan yang diusulkan masyarakat (konstituen). Hasil dari Musrenbang yang menurut Bappeda “layak” (sesuai dengan kewenangan dan fungsi pemerintahan) akan dicantumkan dalam RKPD dalam bentuk nama program dan kegiatan serta SKPD yang akan melaksanakan, dilengkapi dengan target kinerja yang ingin dicapai, jumlah dana yang dibutuhkan untuk melaksanakannya, dan sumber pendanaannya (kabupaten/kota, provinsi, atau pusat). Dengan demikian, “persyaratan” bahwa nama program/kegiatan yang terscantum dalam PPAS harus berasal dari RKPD “dilanggar” karena ternyata DPRD bisa mengusulkan di luar RKPD untuk masuk ke PPAS tersebut.
  • Konsultasi antara Banggar dan komisi-komisi, khususnya Komisi A (yang membawahi keuangan/anggaran daerah), kemungkinan tidak efektif ketika Komisi A terlalu mendominasi (lebih superior). Pada praktiknya Banggar sering ditempatkan hanya sebagai “juru bicara” DPRD dalam hal penganggaran daerah (pembahasan rancangan APBD, APBD-P, dan pertanggungjawaban APBD) karena secara substantif sudah ada kesepakatan pada setiap fraksi ketika membicarakan politik anggarannya DPRD.
  • Banggar tidak bekerja sendiri dalam membahas KUA, PPAS, dan RAPBD, tetapi juga dibantu oleh semua anggota dewan yang lain, yang tergabung dalam komisi di dewan. Pembahasan isu sektoral oleh DPRD dilaksanakan oleh komisi-komisi yang ada di DPRD, sehingga kelengkapan data/informasi sektoral mutlak diperlukan oleh setiap komisi. Statistik daerah, regional, dan nasional selayaknya terarsipkan dengan baik, begitu pula isu-itu terkini hendaknya dapat teramati dan dianalisis dengan baik pula. Faktanya, hampir seluruh komisi DPRD di Indonesia tidak memiliki data atau statistik yang memadai. Itulah sebabnya mengapa DPRD selalu “kalah” dalam pembahasan isu dan kebijakan, termasuk kebijakan anggaran, dengan kepala daerah dan jajarannya. Selain itu, meski pun sudah diamanatkan dalam UU No.27/2009 dan PP No.16/2010, keberadaan tenaga ahli dan kelompok pakar/tim ahli belum dianggap penting oleh DPRD dan pemerintah daerah.
  • Banggar bukanlah tim penyusun anggaran DPRD. Banggar hanya memberikan saran belaka kepada pimpinan DPRD, yang mendiskusikan anggaran untuk anggota DPRD dengan Sekretaris DPRD. Penyusunan rencana kerja dilakukan oleh semua alat kelengkapan DPRD sesuai dengan kebutuhan mereka, dengan difasilitasi oleh Sekretaris DPRD.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar